Moonlight Melody
Cast : Ryeowook, Sungmin, Kyuhyun
Rated : T
Genre : Romance, Angst, Drama, Action, (GS)
Disclaimer : ff ini hasil dari imajinasi saya, semuanya hanya fiktif dan tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
*selamat membaca*
~o~
Ketika bulan memantulkan cahaya peraknya, ijinkanlah aku disana untuk melihatmu.
Ketika angin berhembus di malam hari, ijinkanlah aku menyentuhmu.
Ketika hujan turun, maka ijinkanlah aku pergi dengan semua kerinduan itu.
~o~
Ya, hanya pada malam-lah, ia mengatakan semua kerinduannya. Hanya pada desauan angin malam, ia mencurahkan betapa ia sangat mencintainya. Walaupun air hujan yang deras membasahi dan menyapu semua ingatan tentangnya, namun tidak ada yang bisa menggantikan ia didalam hatinya. Hanya dengan melihat seulas senyum diwajah indahnya itulah yang menjadi kekuatan untuk Lee menjalani kehidupan ini. Kendati sebuah janji telah ia ucapkan, dan ia coba untuk menepatinya, itu hanyalah alasan agar ia bisa memperlihatkan bagaimana perasaan yang sesungguhnya untuk Putri Kim. Tidak ada yang bisa menggantikan kebahagiaan hatinya dari Putri Kim. Perasaannya akan tetap sama, sejak awal ia mencintai Putri Kim, hingga akhir hidupnya. Seandainya bisa, walaupun ia tidak bisa memiliki Putri Kim pada kehidupan sekarang, setidaknya dia ingin meskipun sekali, memiliki Putri Kim di kehidupan berikutnya.
~o~
Putri Kim terpejam saat ujung pedang Gubernur Yun menghujam kearah perutnya.
Tenang… bahkan semesta pun menyambut dirinya dengan suasana malam yang sepi. Tiada angin dan tiada sedikitpun suara. Perih, sakit ataupun panas di perutnya, tidak ia rasakan. Bagaimana tajamnya pedang itu merobek kulitnya tidak ia rasakan juga. Beginikah rasanya kematian? Apakah setenang ini? Apakah tiada rasa sakit, kematian untuk orang seperti dirinya?
Beberapa detik berlalu, dan Putri Kim merasa ini bukanlah kesunyian yang biasa. Ada sesuatu yang janggal yang ia rasakan. Perlahan, ia memberanikan diri untuk membuka matanya. Satu pemandangan yang ia lihat adalah kaki seseorang yang kini berdiri membelakanginya. Tanpa perlu memperjelas pandangannya, Putri Kim dapat mengenali siapa yang berdiri didepannya saat ini. Mata Putri Kim terbelalak menyadari apa yang ada dihadapannya kini.
“Lee…” suara yang lemah, terdengar keluar dari bibirnya yang gemetar.
Gubernur Yun tampak menancapkan pedangnya tepat di perut Lee. Pria itu menjadikan dirinya tameng agar pedang itu tidak bisa melukai Putri Kim. Entah apa yang ada dalam pikiran Lee saat ini. Ia telah mempertimbangkan segala kemungkinan, dan menurutnya, keputusan inilah yang dirasakan tepat. Mengorbankan diri untuk keselamatan Putri Kim dan menghabisi Gubernur Yun dengan tangannya sendiri dari jarak yang sangat dekat.
Gubernur Yun tampak kaget karena ia tidak menyangka, secepat itu Lee berada dihadapannya dan menghalangi rencananya.
“hah, kau pikir kau bisa menyelamatkannya? Bodoh” ejek Gubernur Yun sambil menarik pedang dari perut Lee.
Secara otomatis darah mengalir dari perut Lee. Ia menundukkan tubuhnya sambil berpegangan pada pedang yang ada di tangannya. Pedang yang telah diberikan oleh Tuan Kim untuk keselamatan putrinya.
“tunjukkan padaku, apalagi yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkan wanita itu?” tantang Gubernur Yun sambil menebaskan pedangnya pada Lee. Tapi sebelum pedang itu menyentuh kulitnya, dengan sigap Lee menghunuskan pedangnya.
“coba saja kalau kau berani menyentuh Putri Kim, kepalamu tidak akan pernah selamat” Lee menyeringai sambil bangkit kembali.
Pedang yang ia pegang seolah memberikan tenaga untuk Lee. Pedang itu yang harus memberi keadilan untuk hidup Putri Kim. Pedang itu yang akan mengakhiri kehidupan Gubernur Yun yang sangat menjijikan.
Lee sudah bisa berdiri dengan kedua kakinya. Walaupun darah mengalir dari perutnya, ia tidak merasakan apapun. Yang ada dalam benaknya adalah menghabisi Gubernur Yun dengan tangannya sendiri. Gubernur Yun tidak mau kalah, ia melihat keadaan Lee sebagai kesempatan untuknya menyingkirkan penghalang terakhirnya. Pedangnya berayun ke kanan dan ke kiri untuk melukai tubuh Lee, namun pemuda itu bisa menghindar dengan tangkas.
Lee hanya menyeringai melihat bagaimana usaha Gubernur Yun yang ingin membunuhnya. Dengan mudah ia bisa membaca gerakan dan trik apa saja yang digunakan gubernur tua itu padanya. Ia mencengkram pegangan pedang itu dengan sangat kuat. Saat Gubernur Yun menghunuskan pedang padanya lagi, ia dengan serta merta menusukkan pedang itu di perut Gubernur Yun. Laki-laki tua itu merasa kaget melihat perlawanan Lee. Ia memundurkan tubuhnya untuk menghindar dari serangan Lee. Tidak menunggu waktu yang lama, Gubernur Yun mengarahkan pedangnya ke kanan dan ke kiri untuk melukai Lee, tapi tidak berhasil. Meskipun darah segar itu masih mengalir di perut Lee, namun ia masih memiliki tenaga untuk menangkis setiap serangan yang dilancarkan oleh Gubernur Yun.
Sekarang ini, Lee memberikan serangannya untuk Gubernur Yun. Pedang yang ada di tangannya sudah beberapa kali melukai kulit Gubernur Yun. Laki-laki tua itu nampak kelelahan menangkis pedang Lee. Beberapa kali suara dentingan pedang terdengar memekakkan telinga. Saat kedua pedang itu saling menahan, Lee menyeringai menang. Gubernur Yun tidak mengerti arti seringaian pemuda itu . Dia lengah, itulah saat yang dinantikan Lee sejak tadi. Tanpa membuang waktu, Lee menebas lengan kanan Gubernur Yun yang memegang pedang, hingga terlepas dari sendinya.
Sorotan mata penuh dendam dan amarah itu kini semakin terbakar. Melihat tangan Gubernur Yun yang tergeletak di tanah, membuatnya tersenyum menang. Laki-laki tua itu kini terduduk di tanah. Memegangi lengan kanannya yang kini sudah tiada. Darah segar mengucur deras membasahi pakaian dan tanah yang ia pijak saat ini. Dengan gemetar, Gubernur Yun beringsut mundur. Rasa sakit dan panas di tangan kanannya membuatnya meringis perih. Apalagi saat melihat Lee yang berjalan mendekati dirinya sambil mengacungkan pedang seolah menakuti dirinya.
“a..ampuni aku…. Aku mohon….” suara Gubernur Yun terdengar bergetar. Ia sadar, pada posisinya saat ini, dengan mudah Lee bisa menghabisinya kapan saja.
Mendengar permohonan Gubernur Yun, membuat Lee menyeringai jengah. Lee semakin mempermainkan pedang di tangannya untuk menakuti Gubernur Yun.
“ampun katamu? Hah, apakah saat kau membunuh Tuan Kim, kau mempedulikan permintaannya?”
Gubernur Yun hanya terdiam, tubuhnya gemetar ketakutan.
“maafkan aku… aku benar-benar minta maaf…”
“semudah itu kau meminta maaf Gubernur Yun. Tapi kau telah melakukan banyak kesalahan. Kesalahanmu bukan hanya pada Tuan Kim, tapi pada seluruh rakyat Joseon… apa kau mengerti itu?”
“sungguh…. Aku… aku akan bertaubat. Jika kau mengampuniku, maka aku akan membagikan seluruh kekayaanku untuk rakyat Joseon. Aku berjanji” ratap Gubernur Yun dengan suara yang bergetar.
“mengapa kau harus meminta maaf padaku, pergilah, mintalah ampun pada Putri Kim” perintah Lee.
Dengan tergopoh-gopoh, Gubernur Yun menghampiri Putri Kim yang berdiri disana. Lalu, Gubernur Yun menjatuhkan dirinya tepat di kaki Putri Kim.
“aku mohon Putri Kim…. Ampunilah aku… maafkan kesalahanku padamu… dan juga pada ayahmu… maafkan aku….”
Melihat keadaan Gubernur Yun saat ini membuat Putri Kim merasa tidak tega. Ia hanya terpejam sambil memalingkan wajahnya dari Gubernur Yun yang saat ini meratap di kakinya.
“enyahkan tangan kotormu dari Putri Kim” bentak Lee sambil menendang Gubernur Yun.
Laki-laki tua itu terpental, tapi segera ia bersujud-sujud kembali di hadapan Putri Kim dan Lee sambil menangis dan meratap agar mereka bisa mengampuni dirinya.
Lee menatap Putri Kim dengan iba. Dia bisa mengetahui apa yang Putri Kim rasakan saat ini. Bingung karena melihat keadaan Gubernur Yun yang tidak berdaya, tapi api dendam itu masih terlihat dari sorot mata Putri Kim.
“habisi dia Lee” bisik Putri Kim lirih. Lee menatap tidak percaya pada pendengarannya.
“habisi dia. Dia adalah penyebab kesengsaraan banyak orang. Bukan hanya keluargaku, tapi seluruh rakyat Joseon” jelas Putri Kim masih tetap tidak mau menatap Gubernur Yun.
Mendengar kata-kata Putri Kim, semakin kencang Gubernur Yun berteriak minta ampun. Lee mengangguk paham. Dia mendekati Gubernur Yun yang beringsut mundur. Semakin ia melihat Lee yang mendekatinya, semakin ia ketakutan. Tubuhnya terhenti saat punggungnya menyentuh sebuah batu besar.
“aku mohon… jangan bunuh aku…” kembali bibirnya bergetar ketakutan.
“ini adalah keadilan untukmu Gubernur Yun… terimalah” lirih Lee pelan sambil mengacungkan pedangnya.
“jangan… jangan bunuh aku… aku… mo…” suara Gubernur Yun tidak terdengar lagi saat pedang Lee menebas tepat di lehernya.
Putri Kim melotot ngeri saat kepala itu menyentuh kakinya. Tubuhnya gemetar dengan hebat. Saat kakinya sudah tidak sanggup berdiri, Lee segera meyangga tubuh lemahnya. Ia merangkul tubuh Putri Kim agar menjauh dari tempat itu. Ini adalah pemandangan yang pertama kali disaksikan oleh Putri Kim. Pembunuhan, dan kematian yang kejam. Dengan susah payah, Putri Kim melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.
“tenangkan hatimu Putri Kim… dia pantas menerimanya” bisik Lee pelan. Nafasnya sudah mulai tidak teratur. Tenaganya perlahan mulai hilang. Hingga beberapa meter mereka meninggalkan tempat dimana Gubernur Yun terbunuh, tubuh Lee tidak sanggup berdiri lagi. Sendi dan seluruh otot tubuhnya lemas. Pedang di tangannyapun turut terlepas. Saat tubuhnya limbung keatas tanah, tubuh Putri Kim juga ikut terjatuh.
“Lee…” Seolah baru menyadari apa yang terjadi pada pemuda itu, Putri Kim segera mengguncangkan tubuh Lee yang terbaring lemah.
“Lee, aku mohon buka matamu…” Putri Kim mengguncangkan pipi pucat Lee. Tubuhnya yang kehabisan banyak darah,kini terlihat semakin pucat dengan sinar rembulan yang menerangi tempat itu.
Terdengar Lee yang terbatuk, dan darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Putri Kim segera meraih kepala Lee dan membawanya kedalam dekapan dadanya. Tetesan demi tetesan airmata Putri Kim semakin membasahi pipi Lee.
“jangan tinggalkan aku Lee. Aku mohon…” ratap Putri Kim sedih. Hingga tangisannya terhenti saat ia merasakan sentuhan dingin di pipinya. Ia menatap Lee yang tergolek lemah di pangkuannya.
“ja…jangan me..nangis…” bisik Lee sangat pelan, sambil jemarinya berusaha mengeringkan airmata Putri Kim. Jemari yang biasa dengan kuat memegang pedang untuk melindunginya, kini terasa sangat lemah dan dingin. Mendengar perkataan Lee, tangisan Putri Kim semakin deras. Hatinya sakit melihat orang yang selalu melindunginya kini terbaring tidak berdaya seperti ini. Apalagi saat ia melihat luka yang ada di perut Lee, dirinya semakin menangis pedih. Demi dirinya, Lee rela mengorbankan dirinya sendiri. Putri Kim menggenggam erat jemari tangan Lee. Seolah dengan genggaman tangan mungilnya itu, bisa menghangatkan lagi tubuh Lee yang terasa dingin.
“bertahanlah Lee. Bertahanlah…” Putri Kim menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin kehilangan Lee. Lee adalah sahabat yang selalu ada untuknya saat ia sedih. Lee adalah pelindung, dimanapun Putri Kim berada.
“aku… aku telah memenuhi janjiku pada Tuan Kim…” bersamaan dengan kata-kata itu, darah kembali keluar dari mulut pemuda itu.
“maafkan aku Lee… kau… kau tidak seharusnya mengorbankan dirimu seperti ini… maafkanlah aku…” Putri Kim mengusap darah yang mengalir di bibir Lee.
“Tuan Kim…. Beliau… datang menjemputku….” disela nafasnya yang terengah, Lee mencoba untuk tersenyum, dia tidak ingin membuat Putri Kim khawatir. Walaupun dia tidak berdaya, tapi dia tidak ingin terlihat lemah dihadapan Putri Kim. Sekali lagi Lee tersenyum, dan Putri Kim tahu apa arti senyumannya kali ini. Dengan air mata yang mengalir deras, Putri Kim menganggukan kepalanya. Dia sangat berterima kasih pada Lee yang selalu melindungi dan menjaganya. Mempertaruhkan nyawa, walau bahaya selalu mengintai mereka.
“gomapseumnida… Lee….” bisik Putri Kim parau. Walaupun sulit, tapi Putri Kim bisa mengeluarkan suaranya. Hanya kata itulah yang bisa ia berikan untuk Lee. Bersamaan dengan suara Putri Kim yang menghilang tertiup angin, jemari itu, yang sejak tadi ia pegang, kini terkulai lemas di atas perut dimana luka itu menganga. Luka hati, dan luka sayatan itu kini tiada akan terasa lagi. Menghilang dalam senyapnya malam.
Putri Kim semakin erat memeluk tubuh kaku Lee. Ia tidak menyadari kapan roh itu meninggalkan pemiliknya. Yang ia sadari hanya tubuh Lee yang semakin dingin dan kaku. Semakin ia memeluk erat jasad itu, semakin airmatanya tidak bisa terbendung. Tangisan itulah yang menemani Putri Kim saat ini. Walaupun ia memohon pada langit, agar mengembalikan Lee padanya, tapi itu adalah permintaan sia-sia yang tidak mungkin terwujud. Dalam hatinya ia hanya bisa melafalkan maaf dan terima kasih. Begitu besar pengorbanan Lee untuknya. Begitu besar rasa sakit yang harus pemuda itu tanggung selama hidupnya, hanya demi seorang gadis sepertinya.
Tanpa ada yang mengetahui, seseorang tampak berdiri tidak jauh dari Putri Kim. Dia melihat bagaimana Lee melepaskan nafas terakhirnya. Ia membiarkan Lee tenang di pangkuan orang yang selama ini dicintai oleh mereka berdua. Hanya beberapa detik ia bisa memberikan kebahagiaan untuk Lee. Namun, laki-laki itu telah memberikan seluruh kebahagiaannya untu dirinya dan orang yang dicintainya. Rasanya tidak adil jika ia harus berada di tengah mereka saat ini.
Langit yang sejak tadi cerah, kini telah tertutup awan mendung yang tebal. Sampai tiba saatnya rintik demi rintik itu membasahi bumi yang telah basah dengan darah. Putri Kim semakin terlarut dalam kesedihannya. Apa yang harus ia lakukan??
Saat kebingungan itu melanda hatinya, ia merasakan pelukan hangat di punggungnya. Ketika ia menoleh kearah kanannya, ketenangan dan kelegaan kembali muncul walaupun rasa sedih itu masih ada di hatinya.
“uljima….” bisik pria itu lembut. Bangsawan Cho mengusap lembut kepalanya lalu membawa Putri Kim dalam pelukannya. Keduanya menangis dalam diam mengantarkan Lee dalam ketenangan.
Pada satu sisi hati Bangsawan Cho, ia merasakan iri. Karena Lee bisa menepati tugasnya hingga akhir. Disisi lain, ia merasa Lee sangat berterima kasih atas pengorbanan Lee untuknya. Pengorbanan yang entah dirinya bisa melakukannya atau tidak.
‘Gomapseumnida Lee… terima kasih atas semua pengorbananmu untukku….’ ucap Bangsawan Cho dalam hati.
*********
Tanpa terasa puluhan purnama telah berlalu meninggalkan peristiwa itu. Perubahan demi perubahan kini telah terjadi baik itu di Istana Timur maupun di Istana Bangau Terbang. Banyaknya dokumen dan barang-barang yang hancur akibat kebakaran waktu itu, kini Istana Bangau Terbang hanya menjadi istana kecil tempat dimana Walikota Cho dan istrinya tinggal. Meskipun kerajaan hendak memberikan istana yang baru, tapi keluarga itu menolaknya, karena bagi mereka terlalu banyak kenangan indah telah mereka lalui di Istana Bangau Terbang ini.
Bangsawan Cho dianugerahi sebagai Gubernur, pengganti Gubernur Yun. Berkat Bangsawan Cho, seluruh pengkhianatan yang dilakukan oleh China pada kerajaan Joseon dapat terbongkar dan diselesaikan hingga tuntas. Karena rasa cintanya pada negara, Bangsawan Cho menetapkan undang-undang yang sangat ketat untuk para pejabat. Tidak ada lagi pajak yang tinggi untuk rakyat miskin, dan fasilitas istana yang berlebihan untuk pejabat kerajaan. Semuanya berjalan adil dan sesuai dengan takarannya. Kerajaan telah memberikan istana baru untuk Bangsawan Cho, tapi dengan tegas ia menolaknya. Ia lebih memilih menjadikan Istana Timur sebagai tempat tinggalnya sekaligus tempatnya bekerja. Dengan berada di Istana Timur, maka ia bisa merasakan bagaimana sebuah pengorbanan terlihat dengan nyata. Dan ia bisa merasakan kekuatan untuk menghilangkan ketidak adilan, saat ia melihat tempat dimana Gubernur Yun terbunuh.
Gubernur Cho, saat ini tengah menikmati secangkir teh, sambil membaca laporan atas pemasukan pajak yang baru saja diterima kerajaan dari para pejabat. Saat ia hendak menikmati minumannya kembali, sebuah tangan kecil terasa menarik-narik ujung pakaiannya.
Saat ia merendahkan kertas laporan yang menutupi matanya itu, terlihatlah wajah imut nan lucu kini tengah cemberut di balik meja.
“Ayaah…. Ayo kita bermain…” suara ceria dan merajuk kini menghampiri telinganya.
“aigoo… apa kau tidak lihat ayah sedang bekerja” Gubernur Cho mencoba bernegosiasi dengan putra nya itu.
“tapi, diluar sedang turun salju. Ayo kita bermain salju…” rengek anak itu manja.
“anakku, kau jangan mengganggu ayah. Lihatlah dia sedang bekerja” Putri Kim segera menghampiri putranya yang kini berusia empat tahun itu untuk diajak bermain dilain tempat.
“tapi aku ingin bermain dengan ayah…”
“suamiku… apa kau tidak keberatan jika menunda dulu sebentaaaaar saja pekerjaanmu itu” pinta Putri Kim agak memanja.
Gubernur Cho hanya menggelengkan kepalanya. Baik istri dan anaknya, sama saja. Sama-sama tidak bisa ditolak kemauannya..
“kau ayah yang sangat mengagumkan” puji Putri Kim sambil tersenyum.
“tentu saja. Dan seharusnya, Cho junior tidak bermain dengan ayahnya terus, tapi dia harus punya adik agar menemaninya bermain” goda Gubernur Cho sambil mengedipkan sebelah matanya.
“aish…. Suamiku… kau itu… dia baru empat tahun, belum siap untuk memiliki seorang adik’ Putri Kim tersenyum dengan malu.
“tapi, jika adiknya telah lahir, pasti dia akan siap dengan sendirinya” Gubernur Cho mendekati wajah istrinya yang merona merah. Saat bibirnya akan meraup bibir ranum itu, teriakan kecil terdengar dari arah depannya.
“ayaaaah… ayo bermain salju”…
…T H E E N D…
Akhirnya… setelah tersimpan dengan baik selama beberapa bulan, ff ini bisa diselesaikan juga. Terima kasih bagi kalian yang masih membaca ff ini.
Gimana nih endingnya? Semoga memuaskan yah. Itu, bangsawan Cho udah jadi gubernur. Dan keluarganya hidup bahagia selamanya.
Trus gimana akhir hayat Gubernur Yun? Semoga apa yang ia alami setimpal dengan yang telah ia lakukan pada keluarga Kim. Hehe.
Aah, dan itu Lee. Tadinya mau dibikin minwook saja. Tapi jadi nggak nyambung dengan alurnya. Mungkin bkin cerita yang terpisah aja kali yah.
Akhir kata, selamat berkomentar yah gaiss.. See u next time on other ff. wehehe. Sayonara… 🙂