Moonlight Melody
Cast : Ryeowook, Sungmin, Kyuhyun
Rated : T
Genre : Romance, Angst, Drama, Action, (GS)
Disclaimer : ff ini hasil dari imajinasi saya, semuanya hanya fiktif dan tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
*selamat membaca*
~o~
Gubernur Yun telah mempersiapkan rencana yang sangat matang untuk menghancurkan Bangsawan Cho. Sebenarnya, bukan hanya Bangsawan Cho yang menjadi sasaran kemarahannya, tapi seluruh keluarga Walikota Cho harus dapat ia hancurkan dengan tangannya sendiri. Sesekali tangannya mengepal sambil giginya saling bergemeretak.
Beberapa hari terakhir ini kehidupan damainya sempat terganggu. Petugas yang berwenang dalam urusan keuangan kerajaan telah menerima sebuah bukti bahwa dirinya telah memungut pajak yang sangat besar dari para petani. Selain itu kasus korupsi yang pernah terlupakan kini terkuak kembali. Tentu saja ia tahu siapa yang telah melaporkan dirinya pada petugas keuangan kerajaan, Bangsawan Cho. Semakin ia mengingat Bangsawan Cho, maka kemarahannya semakin memuncak. Pasalnya, hanya pemuda itu yang berani melakukan hal ini padanya.
Selain mengingat bagaimana kekalahan telaknya untuk mendapatkan Putri Kim, kini Gubernur Yun harus merasakan betapa menjengkelkannya ketika pagi-pagi buta ia harus menerima kedatangan petugas keuangan kerajaan untuk memeriksa aset yang ia miliki saat ini. Oleh sebab itulah ia merancang satu jebakan untuk mencelakai Bangsawan Cho di Guangju. Setelah Bangsawan Cho mati, maka ia akan dengan mudah melenyapkan satu per satu anggota keluarga Walikota Cho termasuk Putri Kim. Tapi alangkah lebih menyenangkan jika ia membiarkan Bangsawan Cho hidup, dan menyaksikan bagaimana orang-orang yang ia cintai mati di tangan Gubernur Yun. Itu akan membuatnya impas atas masalah yang menimpa dirinya. Karena kegagalannya untuk menikahi Putri Kim, maka satu persatu masalah mulai muncul dalam kehidupan Gubernur Yun.
~o~
Rombongan Putri Kim kini mulai memasuki pertengahan hutan pinus. Udara sejuk terasa di kulit wajah Putri Kim. Sejenak ia menyibak tirai yang ada di sebelah kirinya. Yang ia dapati hanyalah wajah tenang Lee yang tengah menunggangi kuda di sebelah tandu Putri Kim. Ia menatapnya lembut sambil tersenyum.
“apakah ada yang sesuatu yang anda inginkan Putri?” tanya Lee sopan.
Putri Kim hanya menggeleng pelan. Ia balas tersenyum pada Lee setelah itu ia mengaitkan tirai agar ia bisa melihat indahnya hutan pinus yang tengah mereka lewati. Udara yang segar kini mulai memenuhi paru-paru Putri Kim. Gadis itu tidak henti menatapi pohon pinus yang tegak berdiri. Dedaunannya yang terlihat lembut dari kejauhan seolah saling menutupi satu sama lainnya. Pemandangan yang sangat kontras dan menimbulkan pemandangan yang agak mengerikan saat warna dedaunan itu berpadu dengan warna langit yang mendung kelabu.
“apakah perjalanan kita masih lama?” tanya Putri Kim pelan.
“sebentar lagi. Setelah hutan pinus ini habis, maka kita akan segera tiba di Istana Timur. Apakah anda merasa lelah? Haruskah kita beristirahat dulu?”
“tidak… aku hanya merasa sedikit berbeda. kau tahu kan, sudah berbulan-bulan lamanya aku tidak pulang. Apakah tempat itu masih sama ataukah sudah berubah” kata Putri Kim sambil menerawang.
“anda tidak perlu mengkhawatirkan tentang semua itu. Aku yakin, keadaan Istana Timur akan selalu sama dan tetap sama seperti saat anda terakhir kali berada disana” kata Lee sambil tersenyum.
“kau salah…” Putri Kim menggigit bibirnya pelan. Lee hanya menolehkan kepala sambil mengerutkan alis.
“… tidak ada Ayah disana… itu yang membuatnya berbeda…” gumam Putri Kim.
Lee tidak berani berkata lagi. Saat ini lebih baik membiarkan Putri Kim dengan pikirannya sendiri. Lee juga bisa mengerti apa yang dirasakan oleh Putri Kim karena iapun merasaka sesuatu yang sama. Kehilangan orang yang sangat ia sayangi dan sangat ia hormati. Tuan Kim.
–
Seperti yang dikatakan oleh Lee tadi. Setelah hutan pinus itu habis, maka mereka menyusuri jalan menuju Istana Timur. Perasaan Putri Kim semakin tidak karuan. Bahagia bercampur sedih menjadi satu. Bahagia karena ia bisa melihat rumahnya lagi, dan sedih karena kini yang ada disana hanyalah kenangannya bersama dengan ayahnya tercinta. Seorang ayah yang telah mempercayakan dirinya pada Lee dan juga Bangsawan Cho.
Tandu mulai berhenti, lalu Lee membuka tirai yang ada di hadapan Putri Kim.
“kita telah tiba… Selamat datang di rumah” sambut Lee sambil menjulurkan tangannya membantu Putri Kim untuk keluar dari dalam tandu.
Dari dalam, Putri Kim hanya tertuju pada ruangan yang sangat ia rindukan. Ruangan dimana ayahnya sering menghabiskan waktunya untuk bekerja dan sesekali bercanda dengan Putri Kim. Perlahan ia menerima uluran tangan Lee, dan ia mulai keluar dari tandu. Ketika kakinya mulai menyentuh tanah, semilir angin menerpa wajah dan rambutnya, seolah memberinya ucapan selamat datang. Ia memandang berkeliling dan yang nampak disana adalah deretan para pelayan yang menyambutnya dengan penuh senyum di wajah mereka. Seseorang dari mereka mulai mendekat pada Putri Kim dan ia membungkuk memberi hormat.
“Selamat datang Putri… bagaimana kabar anda?”
“Hyosun? Kau… kau masih berada disini?” Putri Kim tidak percaya ia masih bisa melihat pelayan pribadinya masih berada di Istana Timur.
“tentu saja Putri. Saya tidak akan pergi kemana-mana jika anda tidak menyuruh saya pergi” Putri Kim tampak terharu mendengar ucapan Hyosun. Ia tidak tahu bahwa pelayannya memiliki loyalitas yang tinggi baik padanya maupun pada Istana Timur.
“terima kasih banyak Hyosun-ah…”
“apakah anda tahu, Istana ini jadi terasa sangat sepi. Setelah anda pergi tidak ada lagi suara ceria yang selalu menghangatkan suasana di Istana Timur ini. Tidak ada lagi yang memeriksa bunga di taman istana, tidak ada lagi yang meminta makanan untuk disiapkan, rasanya tempat ini menjadi kuburan yang sepi. Tapi sekarang, kehangatan dari tempat ini telah kembali” Hyosun membungkuk dan bibirnya tidak lepas dari senyuman yang sejak tadi berada di wajahnya.
“aku sangat senang mendengarnya, Hyosun-ah… eumm… bagaimana jika kau menemaniku mengelilingi Istana Timur? Aku sangat merindukan rumahku ini” ajak Putri Kim dengan mata berbinar.
“Tappi…” Hyosun tampak ragu, lalu melirik Lee yang berdiri dibelakang Putri Kim.
“Putri, anda masih lelah, apakah tidak sebaiknya anda beristirahat dulu?” saran Lee pelan.
“aku tidak lelah Lee. Sebaiknya kau mengajak mereka beristirahat dan meminta pelayan untuk menyediakan makanan” kata Putri Kim sambil melirik para pelayan yang berjejer rapi.
“tapi, kesehatan anda yang lebih utama… bagaimana nanti jika anda sakit?”
“mana mungkin kau memikirkan kesehatanku, sementara kau mengabaikan para pengawal yang telah lelah selama perjalanan sejak pagi? … aku tidak ingin mendengar apapun lagi, sekarang kalian beristirahatlah dulu. kumpulkan kembali energi kalian” kata Putri Kim sambil menatapi para pengawal yang ada disamping tandu-nya. Lee tidak bisa lagi menolak, ia hanya menganggukan kepalanya pelan.
“ayo Hyosun, temani aku sekarang” ajak Putri Kim sambil beranjak dari pelataran Istana Timur.
~o~
Putri Kim mendatangi satu per satu ruangan yang ada di Istana Timur. Hyosun dengan setia mengikuti kemanapun Putri Kim pergi. Saat Putri Kim memasuki kamar pribadinya, matanya menyusuri setiap sudut ruangan. Keadaannya masih tetap sama, seperti ketika ia terakhir kali berada disana. Ketika ia hendak menatap jendela, tanpa sengaja lirikannya jatuh pada meja yang berada disamping lemari kecil. Tampak bunga yang telah mengering masih berada di dalam vas. Hati Putri Kim terenyuh. Perlahan ia menghampiri bunga kering itu lalu menyentuhnya perlahan. Bayangan pada saat Bangsawan Cho memberikannya seikat bunga itu kembali terbayang dalam pikirannya. Jantungya kembali berdetak tidak karuan saat ia membawa bunga kering itu kedalam pelukannya.
“Hyosun-ah… apakah kau yang mengurus kamarku selama aku tidak ada?” tanya Putri Kim sambil melirik Hyosun yang kini telah duduk disamping Putri Kim.
“benar, Putri. Sebelum hari dimana anda meninggalkan Istana Timur, Lee telah berpesan pada saya agar menjaga kamar ini agar tetap sama seperti saat terakhir kali anda menggunakannya” terang Hyosun.
Mendengar bahwa Lee yang mengusulkan semua ini, membuat Putri Kim terharu. Betapa lelaki itu telah merencanakan semuanya dengan rapi sehingga ia tidak menyadari apapun. Matanya berkaca-kaca jika ia teringat kejadian pahit dan mengerikan yang pernah ia alami di rumah ini. Putri Kim bangkit, dan Hyosun mengikutinya. Mereka berjalan menyusuri selasar depan, hingga mereka tiba di tempat yang sangat ingin Putri Kim kunjungi. Kamar Tuan Kim.
“kau tidak perlu masuk Hyosun, aku ingin sendirian. Bisa kan?” tanya Putri Kim setengah memohon.
“baiklah Putri, silahkan” angguk Hyosun.
Deritan pelan terdengar saat putri Kim membuka pintu kamar. Aroma lavender tercium melalui hidungnya. Putri Kim hanya tersenyum samar sambil tangannya menutup pintu kamar. Kakinya mulai melangkah menuju meja kecil. Dulu, biasanya ayahnya akan duduk dibalik meja kecil itu. Satu poci teh dan cangkir kecil tersedia diatas meja. Bahkan bunga segar pun nampak berada di sudut meja. Dengan tangan gemetar, Putri Kim menuangkan air yang berada dalam poci tersebut kedalam cangkir. Ia seolah sedang memberikan minuman untuk ayahnya tercinta. Ia duduk dihadapan meja itu. Seolah ia sedang duduk menghadap sang ayah.
“aku pulang, ayah…. Bagaimana kabarmu? … aku… aku sangat merindukan ayah…” Putri Kim tertunduk sambil memejamkan mata. Ia tidak ingin menangis, ia tidak ingin ayahnya bersedih jika melihatnya menangis disini. Sekuat tenaga ia berusaha agar tidak membiarkan airmatanya jatuh.
“ayah… mengapa ada banyak hal yang kau sembunyikan dariku?… Bangsawan Cho….” bibir Putri Kim tersenyum kecil.
“kau tahu ayah, dia ternyata adalah orang yang sangat baik. dia… dia telah menjadi suamiku saat ini. Aku tidak pernah menyangka dia seorang lelaki yang sangat lembut… dia bisa menghilangkan kesedihanku, bahkan dia selalu membuatku tersenyum… saat ini, aku sangat bahagia… ayah, kau tidak salah memilihkan seorang suami untukku… a-ayah… apakah disana, kau bisa melihatku? Kau bisa melihat kebahagiaanku? Aku… aku benar-benar sangat merindukan ayah… jika masih mungkin… aku… aku sangat ingin melihat wajah ayah…” saat ini, bulir airmata di pipinya telah mengalir dengan deras. Putri Kim mencoba menahan isak tangisnya, namun tidak bisa. Kerinduan yang sangat besar pada ayahnya, tidak bisa membuat hatinya bertahan terlalu lama. Putri Kim menangis tersedu sambil menangkupkan kepalanya diatas meja.
Seseorang yang berdiri sejak tadi diluar, hanya mendengarkan isakan Putri Kim dengan hati yang pilu. Ia ingin sekali masuk kedalam, namun kakinya terasa berat untuk melangkah. Tidak… jika masuk kedalam, maka ia akan mengkhianati kepercayaan Putri Kim padanya. Tapi perasaan hatinya tercabik saat mendengar tangisan lirih itu. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Sedangkan untuk pergi meninggalkan tempat itu, ia tidak tega. Tangannya yang sejak tadi bersiap untuk membuka pintu, perlahan ia turunkan kembali. Sambil bersandar di pilar beranda, ia menatap langit mendung yang membawa awan gelap menuju Istana Timur.
“langit… turunkanlah hujan, agar aku tidak bisa mendengar suara kesedihannya lagi…” bisik Lee pelan sambil terus menatapi awan mendung itu. Perlahan ia memejamkan mata, dan tak lama kemudian tetesan air mulai turun membasahi bumi. Lee seakan tidak percaya, harapannya terkabul dengan sangat cepat. Saat ini tangisan Putri Kim tidak terdengar lagi, hanya suara derasnya air yang menimpa genting bangunan terdengar dengan sangat jelas. Lee hanya berdiri di beranda luar. Menikmati sejuknya angin yang menyentuh permukaan wajahnya, dan sesekali air hujan sedikit memercik pada wajahnya yang tampan.
Setelah beberapa saat, Putri Kim menghentikan tangisannya. Ini bukanlah tangisan kesedihan, tapi ini adalah tangisan kerinduan. Ia sangat rindu pada ayahandanya, sehingga ia tidak bisa menahan airmatanya tadi. Mendengar suara deru hujan, perlahan ia bangkit menuju jendela kamar, lalu membukanya perlahan. Saat jendela terbuka, ia agak terlonjak kaget menatap seseorang yang berdiri di beranda depan. Pria itu masih tetap disana, menatapi tetesan demi tetesan air hujan yang jatuh membasahi tanah. Putri Kim menatap pria itu dengan hati yang tenang. Setidaknya, berada di samping Lee saat ini, bisa membuat perasaan hatinya jauh lebih baik.
“aku akan baik-baik saja jika bersama Lee” bisik Putri Kim sekilas.
~o~
Setelah Putri Kim meninggalkan Istana Bangau Terbang, maka Bangsawan Cho pun mulai bersiap untuk berangkat menuju Guangju. Perjalanannya hanya ditemani oleh Jung Dae. Perasaan hatinya yang tidak seperti biasa membuat Bangsawan Cho merasa cemas pada keselamatan istrinya. Selain itu, ia pun merasakan perasaan lain pada keberangkatannya kali ini ke Guangju. Walaupun ia tidak tenang, tapi tetap saja ia harus berangkat kesana. Pertemuannya dengan pedagang China kali ini bukanlah hanya sebatas perdagangan kain sutra saja, tapi ia telah mencurigai adanya sesuatu yang tidak beres pada kedatangan mereka ke Joseon.
Hanya sekitar dua jam perjalanan, saat ini Bangsawan Cho telah tiba di sebuah penginapan yang menjadi tempat pertemuan mereka. Bangsawan Cho meminta Jong Dae untuk beristirahat terlebih dulu karena masih ada waktu sebelum pertemuan itu diadakan.
Suasana penginapan itu terasa sedikit ganjil. Walaupun terdapat beberapa tamu dan juga pelayan, tapi Bangsawan Cho merasakan ada sesuatu yang lain. Sang pemilik penginapan yang bertampang sangar dan terlihat tidak ramah, hanya berkata beberapa kalimat saja. Biasanya, seorang pemilik penginapan akan bertanya dengan ramah apa saja yang diinginkan pelanggan. Tapi dia berbeda. Selain itu, para pelayan yang berlalu lalang, hanya memberikan tatapan curiga padanya. Kendati merasa tidak nyaman, tapi Bangsawan Cho menyimpan semua prasangakanya dalam hati. Mungkin telah menjadi sifat orang dari daerah Guangju memperlakukan tamu seperti ini.
–
–
Bangsawan Cho telah menempati tempat duduknya saat ini. Hari telah menjelang sore, tapi para pedagang China itu masih belum memperlihatkan diri. Pelayan menyajikan sepoci teh untuk Bangsawan Cho. Sambil menunggu kedatangan para pedagang China, Bangsawan Cho menyesap teh yang telah disajikan oleh pelayan itu. Rasa teh itu sangat nikmat, selama ini ia tidak pernah merasakan rasa teh yang sangat berbeda seperti ini. Tanpa sadar, Bangsawan Cho kembali menuangkan teh itu kedalam cangkirnya. Hampir setengah dari isi poci itu kini telah beralih kedalam perut Bangsawan Cho. Tapi kemudian ia merasakan sesuatu di dalam kepalanya. Tangan kirinya memijat pelipis yang terasa sakit.
“Tuan, anda tidak apa-apa?” tanya Jong Dae khawatir.
“entahlah… aaarghh… kenapa kepalaku terasa sakit seperti ini?” Bangsawan Cho meringis menahan sakit dan pusing yang kini mendera kepalanya.
Jong Dae segera mengambil poci teh dan mencium aroma-nya. Namun tidak ada yang aneh dari isi poci tersebut.
“pelayan… pelayan…” teriak Jong Dae memanggil pelayan yang telah memberikan teh untuk Bangsawan Cho tadi. Menurutnya, dia lah orang yang paling bertanggung jawab pada keadaan Bangsawan Cho saat ini.
Beberapa detik kemudian, Bangsawan Cho tidak sadarkan diri. Kepalanya tertelungkup diatas meja, dan kedua tangannya menjuntai lemas ke bawah.
“B-Bangsawan Cho…” Jong Dae kaget melihat tuannya seperti ini.
Tanpa diduga, beberapa orang bersenjata kini telah mengepung Jong Dae dan Bangsawan Cho. Pedang yang ada di tangan mereka terlihat berkilatan terkena cahaya lampu di ruangan itu.
“hahaha… ternyata tidak sesulit itu…” tawa salah satu dari mereka dengan nada meremehkan.
“kalian siapa?” tanya Jong Dae dingin, ia pun segera menyiapkan pedang yang sejak tadi dipegangnya.
Orang yang tertawa tadi mengisyaratkan kepalanya pada anak buahnya agar segera membawa Bangsawan Cho dari tempat itu. Tapi Jong Dae tidaklah tinggal diam.
“berani kalian menyentuh Bangsawan Cho, maka kalian akan mati” ancam Jong Dae tegas.
“kau pikir aku takut?” orang itu segera menyerang Jong Dae. Dia mengarahkan pedang tepat kearah perut Jong Dae, tapi ia segera menghindar. Namun, anak buah penjahat itu tidaklah tinggal diam. Mereka segera mengeroyok Jong Dae hingga pedangnya terlepas dari tangan Jong Dae. Setelah itu, mereka mulai memukuli Jong Dae hingga dia babak belur dan akhirnya tidak sadarkan diri.
Sang ketua hanya tertawa melihat keadaan Jong Dae saat ini.
“bawa mereka. Dan pastikan mereka tidak bisa keluar dari dalam gudang hingga esok hari” perintah sang ketua.
“apakah kita harus membunuh mereka?” tanya salah satu anak buah yang telah memegangi tangan Bangsawan Cho.
“tidak perlu. Gubernur Yun ingin agar kita membawa orang ini dalam keadaan hidup” seringai licik terlihat dari wajah sang ketua.
Setelah itu, mereka meninggalkan penginapan. Tubuh Bangsawan Cho dan Jong Dae diseret menuju sebuah gudang. Mereka mengikat tangan Jong Dae dan Bangsawan Cho dengan ikatan yang sangat kuat. Dua orang penjaga ditempatkan didepan pintu, untuk memastikan bahwa mereka tidak akan melarikan diri.
~o~
Gubernur Yun tersenyum mendengar penuturan Man Bo. Ia melaporkan bahwa saat ini Bangsawan Cho telah terkurung didalam gudang, dan tidak mungkin melarikan diri.
“bagus. Aku akan membuatnya berlutut dikakiku untuk meminta kematian. Aku ingin melihat apakah dia masih bisa bertahan jika segala yang dia miliki hilang begitu saja. Kekayaan, istana, keluarga, bahkan istrinya. Hahaha… inilah akibatnya jika berani melawanku…” Gubernur Yun menyeringai licik.
Saat ini ia masih berada diatas kudanya. Segera ia memerintahkan anak buahnya untuk menjalankan apa yang telah ia rencanakan selama ini. Gubernur Yun menganggukan kepalanya kepada Man Bo. Dan pria itu langsung memerintahkan anak buahnya untuk menuju Istana Bangau Terbang.
Dua orang pengawal yang berdiri di luar pintu gerbang, tiba-tiba terkapar saat dua anak panah menancap didada mereka masing-masing. Orang suruhan Gubernur Yun segera masuk kedalam istana, dan tanpa menunggu lagi salah satu diantara mereka menjatuhkan obor kedalam ruangan pribadi Bangsawan Cho. Karena isi dari ruangan itu kebanyakan adalah buku dan kertas, maka dengan mudah api melalap bangunan. Setelah itu mereka menuju bangunan-bangunan yang lain dan menjatuhkan obor yang menyala kedalam ruangan yang mereka lewati.
Jeritan histeris kini mulai terdengar. Tuan dan Nyonya Cho tampak kebingungan pada keadaan ini. Beberapa pengawal membawa mereka ketempat yang aman. Suasana Istana Bangau Terbang saat ini tampak kacau dengan api yang membakar hampir seluruh bangunan istana. Begitupun dengan Paviliun Anggrek Biru. Para pelayan wanita menangis dengan kencang, merasa takut dan ngeri melihat api yang berkobar dengan cepat menghabiskan bangunan istana. Sedangkan pelayan laki-laki sibuk untuk memadamkan api yang kian membesar.
Dari kejauhan, Gubernur Yun dapat dengan mudah melihat api yang menyala-nyala menghabiskan Istana Bangau Terbang. Tidak lama kemudian Man Bo datang menghampiri.
“dimana dia? Aku ingin kalian membawa mayatnya kemari” kata Gubernur Yun dengan penuh dendam.
“maaf Tuan, Putri Kim saat ini tidak berada di Istana” Man Bo menunduk.
“apa kau bilang?” bentak Gubernur Yun.
“dia memang tidak berada di sini. Tapi… dia berada di Istana Timur” jawab Man Bo tenang sambil menatap lekat mata Tuannya.
“Istana Timur… hmmh… sudah lama aku tidak berkunjung kesana… hahaha…. Hahahaha… rupanya wanita itu ingin mati langsung ditanganku” terlihat raut kepuasan di wajah Gubernur Yun. Tidak lama lagi ia akan menghilangkan nyawa orang yang sangat ingin ia nikahi. Seandainya dulu Tuan Kim bersedia menikahkan putrinya dengan dirinya, maka kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi.
“Man Bo, ayo kita berkunjung ke Istana Timur. Sudah lama kita melupakan tempat itu…” seringai Gubernur Yun sambil memacu kudanya dengan cepat menuju Istana Timur.
~o~
Malam baru saja beranjak naik. Udara yang dingin membuat Putri Kim semakin menyusupkan dirinya dalam selimut yang hangat. Dari luar terdengar dengan sangat jelas angin yang kencang berhembus yang membuat dedaunan saling bergemerisik.
Dari arah gerbang depan terdengar suara keributan. Bahkan suara benda tajam yang saling beradu pun terdengar sangat jelas di telinga Lee. Pria itu segera memeriksa apa yang terjadi. Dan, matanya membulat terkejut sekaligus marah melihat Gubernur Yun dan anak buahnya sedang bertarung melawan para pengawal Istana Timur.
“Kau pikir apa yang kau lakukan???” tanya Lee sambil memukul satu persatu anak buah Gubernur Yun hingga terjatuh.
“haah, rupanya kau ada disini. Dimana gadis itu?” Gubernur Yun bertanya dengan nada yang sangat menjijikan.
“untuk apa kau mencarinya? Kau tidak punya urusan apapun dengan Putri Kim” desis Lee dingin.
“Man Bo, habisi dia… pastikan dia ikut menyusul Tuannya kealam baka” perintah Gubernur Yun yang dibalas anggukan patuh dari Man Bo.
Gubernur Yun meninggalkan tempat itu. Lee mencoba untuk menahan kepergian Gubernur Yun, tapi pedang Man Bo telah berada di lehernya. Ia terpaksa bertarung melawan Man Bo sebelum menyelamatkan Putri Kim.
–
–
–
“Putri Kim… bangun… Putri…” Hyosun membangunkan Putri Kim yang masih terlelap tidur. Perlahan kepalanya mulai bergerak dan berusaha untuk membuka matanya.
“Hyosun-ah… ini masih malam. Kenapa kau membangunkanku?” tanya Putri Kim sambil duduk ditempat tidurnya.
“ini bahaya Putri. Kita harus segera pergi dari Istana ini” kata Hyosun dengan suara yang gemetar ketakutan.
“ada apa? bahaya apa maksudmu?” mendengar kata bahaya yang diucapkan oleh Hyosun berhasil membuat kesadaran Putri Kim kembali.
“di gerbang depan terjadi keributan Putri. Gubernur Yun… dia… dia membantai seluruh pelayan yang sedang terlelap tidur. Saya segera melarikan diri kemari agar kita bisa selamat darinya”
Mendengar nama Gubernur Yun, mendadak perut Putri Kim merasakan mual. Dia sangat membenci orang itu. Seorang yang biadab yang telah tega membunuh ayah yang ia cintai. Dan sekarang ia membantai para pelayan yang tidak berdosa apapun. Ini tidak bisa dibiarkan.
“lalu dimana Lee?” kecemasan dan ketakutan itu kini terdapat pula pada nada suara Putri Kim.
“saya tidak tahu Putri. Sepertinya dia berada di gerbang depan. Sebaiknya mari kita segera pergi” ajak Hyosun, dan Putri Kim mengangguk paham. Sebelum mereka keluar Putri Kim meraih sesuatu dari atas meja. Pisau katana yang pernah diberikan oleh Lee untuknya.
Hyosun dan Putri Kim berjalan kearah pintu kamar. Namun, belum sempat Hyosun untuk meraih pegangan pintu, pintu itu telah terbuka dengan paksa. Kedua wanita itu tampak kaget, bahkan Putri Kim membulatkan matanya, kulit wajahnya berubah menjadi pucat saat melihat siapa yang berdiri di ambang pintu itu.
“hehehe… senang bisa bertemu lagi denganmu, Putri Kim. Lama tidak bertemu” Gubernur Yun terkekeh saat melihat Putri Kim yang berdiri mematung melihat kedatangannya.
Perlahan kaki Gubernur Yun melangkah masuk kedalam kamar. Dan secara otomatis Putri Kim memundurkan langkahnya. Tubuhnya terasa gemetar melihat lelaki tua dihadapannya terus mendekati dirinya.
“biadab… apa yang kau inginkan sekarang hah?” tanya Putri Kim dengan geram. Matanya memancarkan rasa amarah yang kini terkumpul dalam hatinya. Tangannya mengepal mencoba menahan emosi yang ingin sekali meledak saat ini juga.
“cckk.. Mengapa kau berkata sekasar itu Putri? Sebagai seorang putri dari mentri yang terpelajar, kau tidak seharusnya berkata seperti itu” Gubernur Yun menggelengkan kepalanya sambil matanya menatap tajam pada mata Putri Kim.
“keluar dari tempat ini sekarang juga” desis Putri Kim penuh dengan kebencian.
“jika aku tidak mau, bagaimana?” Gubernur Yun menyeringai.
“kau… bersikaplah manis, Putri Kim” kata Gubernur Yun sambil merentangkan tangan kanannya untuk menyentuh pipi Putri Kim. Tapi, belum sempat jemarinya menyentuh pipi halus Putri Kim sebuah kayu telah menghantam lengannya dengan keras.
“aku tidak akan pernah membiarkan tangan kotormu menyentuh Putri Kim, biadab” Gubernur Yun menatap Hyosun dengan pandangan jijik. Bagaimana bisa seorang pelayan menghentikan kesenangannya.
“berani sekali kau pelayan rendah” tanpa ragu, Gubernur Yun memukulkan pedangnya pada pipi Hyosun hingga gadis itu terjatuh dan pingsan.
“Hyosun-ah….” jerit Putri Kim tidak percaya pada pemandangan barusan, ia segera menghampiri Hyosun yang tidak sadarkan diri.
“kau… kau sungguh kejam. Bagaimana mungkin kau melakukan hal seperti ini pada Hyosun” teriak Putri Kim sambil menatap tajam Gubernur Yun.
“itu adalah salahnya, yang telah berani mengganggu kesenanganku” kata Gubernur Yun sambil berjalan menghampiri Putri Kim yang duduk di lantai.
Melihat Gubernur Yun yang mendekat padanya, Putri Kim memundurkan kakinya. Ia terseok karena saat ini ia masih duduk di lantai, hingga gerakannya terhenti ketika punggungnya menyentuh lemari kecil dibelakang dirinya. Gubernur Yun hanya tersenyum penuh kemenangan melihat Putri Kim yang tidak bisa melarikan diri lagi darinya.
“cckk… kau tidak perlu takut… walaupun kau yang telah mengacaukan hidupku, tapi aku bisa membuatmu bahagia. Asalkan kau mau ikut denganku, maka semua masalah akan selesai” bujuk Gubernur Yun dengan suara yang lembut, tapi terdengar sangat memuakkan di telinga Putri Kim. Tangan kanannya terjulur menantikan tangan Putri Kim menyambutnya.
“kau gila. Mana mungkin aku akan ikut denganmu, setelah apa yang telah kau lakukan pada ayahku, kau tidak akan bebas begitu saja. Kau akan mendapat hukuman yang setimpal dengan semua kejahatanmu” tandas Putri Kim geram. Ditentangnya mata kelam Gubernur Yun tanpa rasa takut.
“kau…. Kau wanita yang keras kepala” Gubernur Yun menahan amarahnya. Tangan kanan yang tadi ia julurkan, kini berada disamping kepala Putri Kim menghalangi agar gadis itu tidak melarikan diri.
“kau tahu, kematian ayahmu, itu adalah salahnya sendiri. Jika ia menuruti perintahku, maka saat ini dia masih hidup. Seharusnya kau salahkan suamimu, dialah penyebab kematian ayahmu” bisik Gubernur Yun sambil tangan kirinya meraih dagu Putri Kim. Tidak bisa dilukiskan betapa marahnya Putri Kim mendengar omong kosong lelaki tua dihadapannya itu.
“saat ini tidak ada gunanya kau marah padaku… sebaiknya, jadilah gadis yang baik dan turuti perkataanku” gumam Gubernur Yun sambil mendekatkan kepalanya ke wajah Putri Kim. Tapi sebelum lelaki itu mendapatkan apa yang ia inginkan, tubuhnya tiba-tiba terjungkal sambil tangannya memegangi pipi kanannya yang terasa panas. Darah segar segera keluar dari pipi Gubernur Yun membasahi tangannya yang masih memegangi pipi kanannya. Sementara kakinya terasa sakit, setelah Putri Kim menendangnya dengan keras tepat pada tulang kering betis kanannya.
“jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan apa yang kau inginkan. Waktumu telah habis Gubernur Yun” kata Putri Kim dengan suara yang gemetar. Tangan kanannya menggenggam katana yang tadi telah ia goreskan pada pipi Gubernur Yun, terlihat sisa darah di pisau kecil itu.
“berani sekali kau melakukan hal ini padaku” geram Gubernur Yun sambil meraih pedang yang tanpa sengaja tadi ia jatuhkan.
Melihat Gubernur Yun yang berusaha meraih pedangnya kembali, Putri Kim segera bangkit dari duduknya. Ia merasakan bahaya yang besar mengancamnya jika ia masih berada didalam kamar itu. Dengan sisa kekuatannya, Putri Kim berlari meninggalkan kamarnya. Perlahan, Gubernur Yun berjalan menuju pintu keluar. Luka di pipinya terasa kian panas, walaupun itu adalah luka dari pisau kecil, namun luka itu cukup dalam yang menyebabkan darahnya banyak keluar.
“haha… larilah Putri Kim. Kau pikir kau akan selamat? Hahaha” Gubernur Yun tertawa puas. Agak terseok, ia mengikuti Putri Kim. Ia yakin, seberapa cepat lari gadis itu, ia masih bisa mengejarnya.
~o~
Bangsawan Cho mulai membuka mata. Pemandangan yang buram dan remang-remang kini mulai muncul pada indra penglihatannya. Rasa pegal yang hebat terasa di pergelangan tangannya. Saat ia mencoba untuk menggerakkannya terasa sangat sulit. Beberapa detik kemudian, Bangsawan Cho seolah menyadari dimana kini dirinya berada. Ia membuka matanya dengan lebar menatap gudang yang berisi jerami kering. Kepalanya menoleh kearah kiri, dan ia menemukan Jong Dae dalam keadaan terikat seperti dirinya.
“Jong Dae… Jong Dae… bangunlah! Kau bisa mendengarku?” bisik Bangsawan Cho sambil menatap bergantian pada pintu dan pada Jong Dae.
Erangan kecil terdengar dari mulut Jong Dae. Ia mencoba menggerakkan kepalanya, dan saat ia menyadari keadaannya terikat seperti Bangsawan Cho, ia pun terlihat kaget.
“Tuan” lirih Jong Dae.
“sssttt…” Bangsawan Cho segera meminta Jong Dae agar tidak bersuara.
“apa yang terjadi Tuan?” tanya Jong Dae sambil berbisik.
“aku tidak tahu. Seharusnya aku yang bertanya padamu” jawab Bangsawan Cho dengan berbisik juga. Tangannya berusaha melepaskan ikatan kuat yang mengikat kedua tangannya.
“aah… Tuan, kedatangan anda kemari sepertinya adalah rencana dari Gubernur Yun” kata Jong Dae setelah beberapa saat.
“apa? Gubernur Yun?” Bangsawan Cho menautkan kedua alisnya.
“sial… seharusnya aku lebih berhati-hati” Bangsawan Cho geram pada keteledorannya. Seharusnya ia bisa membaca apa yang direncanakan oleh gubernur biadab itu, tapi kali ini ia lengah.
“Jong Dae, bisakah kau membuka ikatanku? Kita harus segera meninggalkan tempat ini sekarang juga” tiba-tiba ingatan Bangsawan Cho mulai mencemaskan keadaan Putri Kim. Bagaimana jika Gubernur Yun sengaja memintanya datang ke Guangju, karena ia ingin mencelakai Putri Kim. Bayangan wajah Putri Kim semakin jelas dalam pikirannya.
Jong Dae menatap sekelilingnya, namun tidak ada yang bisa ia jadikan alat untuk membuka ikatan tali di tangan Bangsawan Cho.
“tuan, kemarilah” angguk Jong Dae, dan Bangsawan Cho segera memberikan ikatan tangannya, karena ia pikir Jong Dae telah menemukan sesuatu yang bisa membuka ikatannya.
“saya tidak bisa menemukan alat yang bisa membuka ikatan talinya, tapi semoga, gigi saya masih kuat untuk melepaskan tali itu” kata Jong Dae sambil menundukkan wajahnya. Lalu dengan bantuan giginya, ia berusaha membuka simpul tali yang terikat dengan kuat itu. Bangsawan Cho pun tidak tinggal diam, ia menggerak-gerakan tangannya agar mempermudah pekerjaan Jong Dae. Tapi beberapa menit kemudian, pintu terbuka yang menyebabkan Jong Dae segera kembali pada tempatnya tadi. Bangsawan Cho menelan ludah ketika ia melihat orang itu.
“kau siapa?” tanya Bangsawan Cho dingin.
“kau tidak perlu tahu siapa aku… yang jelas, seseorang menginginkanmu agar tetap berada di sini” terang orang itu, yang menjadi ketua penjahat yang menyerang Jong Dae di penginapan.
“siapa? siapa yang telah menyuruhmu? Gubernur Yun?” Bangsawan Cho geram.
“tenanglah… jika dia telah selesai dengan urusannya maka ia akan segera datang kemari” kata orang itu dengan santai.
Tanpa sepengetahuan ketua penjahat itu, saat ini tali yang mengikat tangan Bangsawan Cho telah melonggar. Bangsawan Cho merasa lega, tapi ia tidak memperlihatkannya pada sang ketua penjahat.
“urusan apa yang dia lakukan saat ini?” tanya Bangsawan Cho kesal.
“katanya dia ada sedikit urusan di Istana Bangau Terbang…” jawab sang penjahat dengan nada yang senang.
Mendengar nama istananya disebut, sontak Bangsawan Cho dan Jong Dae menatap kaget pada orang yang ada dihadapan mereka.
“apa yang dia lakukan di istanaku?” perasaan Bangsawan Cho semakin tidak karuan saat ini. Ia teringat pada ayah dan ibunya, juga pada Putri Kim.
“dia… hanya mengatakan, akan menghilangkan barang bukti atas kejahatannya” seringai sang penjahat.
“selain itu, ia ingin membuatmu membayar atas kekacauan yang terjadi dalam hidupnya”
“apa?” Bangsawan Cho menatap geram sang penjahat.
“seharusnya saat ini kau khawatirkan istrimu. Sepertinya Gubernur Yun mempunyai dendam yang besar padanya”
Saat ini entah apa yang ada dalam pikiran Bangsawan Cho. Mengingat istrinya dalam bahaya, dia tidak bisa tinggal diam. Dirinya harus melakukan sesuatu. Tepat saat tali yang mengikat tangannya terlepas, Bangsawan Cho segera menerjang sang penjahat hingga rubuh di tanah. Kedua tangan Bangsawan Cho segera mencengkram leher orang itu membuatnya kesulitan bernafas.
“katakan, apa rencana Gubernur Yun pada istriku? Katakan sekarang juga” desis Bangsawan Cho sambil mengeratkan pegangannya di leher sang penjahat.
“d… dia… ak…. Akan… mem…bunuh… istrimu…” dengan susah payah, sang penjahat itu bisa mengeluarkan suaranya.
“sialan” Bangsawan Cho melepaskan cengkraman tangannya di leher sang penjahat.
Saat dirinya akan bangkit, seseorang memukul punggung Bangsawan Cho hingga ia tersungkur.
“habisi dia. Aku tidak peduli Gubernur Yun menginginkannya hidup, bunuh dia sekarang juga” desis sang ketua sambil mengusap-usap lehernya yang sakit. Sang anak buah yang tadi memukul Bangsawan Cho bersiap untuk kembali memukul kepala Bangsawan Cho, tapi Jong Dae segera menendang orang itu hingga tersungkur.
Walaupun tangannya terikat kebelakang, tapi Jong Dae bisa meraih pedang yang berada diatas lantai. Dan tanpa membuang waktu, ia dengan mudah bisa memutus simpul yang mengikat kedua tangannya itu.
Bangsawan Cho mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah, lalu Jong Dae membantunya berdiri.
“Tuan, pergilah selamatkan Putri Kim. Saya bisa mengurus mereka disini” kata Jong Dae.
“kau yakin?” Bangsawan Cho menatap ragu pada orang kepercayaannya ini.
“mereka hanya berdua. Dan saya telah mempelajari titik kelemahan mereka. Pergilah menuju Istana Timur. Setelah ini selesai, saya akan segera ke Istana Bangau Terbang. Jangan khawatir Tuan, dan jangan membuang waktu”
Bangsawan Cho tampak memikirkan perkataan Jong Dae. Melihat kedua penjahat di hadapannya menyeringai menang, membuat Bangsawan Cho merasa marah.
“hmmh, tidak Jong Dae, aku ingin menghabisi mereka terlebih dulu” kata Bangsawan Cho sambil menarik bambu kecil / toya dari samping kanannya. Ia bisa menjadikan bambu itu sebagai senjatanya membela diri.
Bangsawan Cho segera menyerang sang ketua, dan Jong Dae menyerang sang anak buah. Dentingan pedang Jong Dae terdengar sangat jelas, sementara, Bangsawan Cho memainkan tongkat toya dengan cepat. Beberapa kali pukulan toya itu mengenai kepala dan juga tubuh sang ketua, dan itu bukanlah pukulan yang ringan, terbukti dari beberapa kali sang ketua merasakan mual di perutnya saat bambu itu memukul tepat di ulu hatinya.
Pukulan terakhirnya, Bangsawan Cho mengarahkan toya itu tepat kearah sang ketua, tapi sayang pedang tajam itu telah membuat toya itu patah menjadi dua. Bangsawan Cho menyeringai menang, saat ujung toya itu berubah menjadi runcing akibat tebasan pedang sang ketua. Dan tanpa menunggu waktu yang lama, Bangsawan Cho segera menendang sang ketua hingga jatuh terbaring diatas tanah. Lututnya segera menahan pergerakan tangannya yang memegangi pedang hingga tidak bisa bergerak lagi dan tanpa ampun, dengan sekuat tenaga, Bangsawan Cho menancapakan ujung toya itu di leher sang ketua. Darah segar mengalir deras dari luka tusukan itu. Mata sang ketua itu melotot dengan mulut yang menganga mengeluarkan banyak darah segar.
“Jong Dae, kau urus dia hingga selesai” teriak Bangsawan Cho pada Jong Dae yang masih melawan sang anak buah penjahat itu.
“baik Tuan”
Bangsawan Cho segera meninggalkan tempat itu. Ia memacu kuda-nya untuk bisa tiba di Istana Timur tepat waktu. Semoga saja ia belum terlambat. Dan semoga Lee bisa melindungi Putri Kim.
~o~
Putri Kim berlari tanpa arah yang jelas. Yang pasti dia harus menjauh dari Gubernur Yun. Jika ia tertangkap, mungkin lelaki biadab itu akan langsung membunuhnya. Sesekali ia melihat kearah belakang, memastikan bahwa tidak ada yang mengejarnya.
Tanpa sengaja, mata Lee menatap bayangan Putri Kim sekilas. Sejak tadi ia terus melawan Man Bo dan anak buahnya. Kemampuan pedang mereka tidak bisa ia remehkan begitu saja. Terbukti, hingga saat ini Man Bo masih terus bertahan menghadapi serangan pedang yang Lee berikan untuknya. Tapi, pandangannya pada Putri Kim tadi membuatnya sedikit lengah, hingga Man Bo berhasil melukai lengan kirinya. Sontak, Lee memundurkan tubuhnya untuk menghindari pedang Man Bo. Tidak ia rasakan darah yang mengucur dari lengan kirinya itu. Dari kejauhan, tampak Gubernur Yun dengan langkah terseok mengikuti kemana Putri Kim pergi.
“sial…” bisik Lee. Ia tidak berkonsentrasi pada Man Bo. Yang ada dalam pikirannya saat ini ialah Putri Kim.
Lee mencecar Man Bo dengan sekuat tenaganya. Ia ingin segera mengalahkan lelaki ini agar ia bisa menyelamatkan Putri Kim. Suara dentingan pedang terdengar dengan sangat jelas memecahkan kesunyian di malam itu. Tangan Lee dengan sigap memutar pedang itu hingga bisa mengenai tangan Man Bo. Tapi laki-laki itu tidak kalah sigap, saat tangan kirinya terluka, maka iapun segera menebaskan pedangnya pada tubuh Lee. Namun, sayang gerakannya kalah cepat dengan Lee. Dia berputar kearah belakang Man Bo, lalu tanpa menunggu waktu lagi pedang tajamnya segera menancap di punggung Man Bo yang membuat lelaki itu jatuh tersungkur. Pedang tajam Lee tepat mengenai jantung Man Bo, hingga tidak ada harapan lagi lelaki itu untuk hidup. Tubuhnya terkapar di tanah dengan darah yang masih mengucur deras dari punggungnya.
Putri Kim terseok memundurkan tubuhnya. Saat ini kakinya tidak bisa ia gerakkan karena sakit terantuk batu saat ia berlari tadi. Gubernur Yun tertawa mengejek melihat Putri Kim yang ketakutan di hadapannya. Gubernur Yun mempermainkan ujung pedang itu di dagu Putri Kim. Gadis itu kini semakin ketakutan. Bibirnya terus menerus gemetar dan kulit wajahnya semakin pucat. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya jika pedang itu harus menghujam tubuhnya.
“tidak. Kau tidak pantas untuk mati dengan cepat… setidaknya, kau harus membayar terlebih dulu luka di wajahku ini” kata Gubernur Yun sambil tangan kirinya mengusap pipinya yang masih terasa sakit, namun darahnya sudah tidak terlalu banyak keluar. Dapat Gubernur Yun rasakan wajahnya yang terasa sakit saat ia berbicara. Lalu, tanpa Putri Kim duga, tangan kasar Gubernur Yun dengan keras menampar pipinya hingga ia terjerembab.
“Aaaah…” Pekik Putri Kim sambil memegangi pipinya yang panas seolah terbakar. Entah sejak kapan airmata itu telah mengalir di pipi Putri Kim.
“itu masih belum ada apa-apa dibandingkan dengan apa yang telah kau lakukan dalam hidupku… Putri Kim, apa kau ingin menyusul ayahmu?” tanya Gubernur Yun pelan.
“jawab aku, apakah kau ingin menyusul ayahmu?” dengan kasar, Gubernur Yun menarik dagu Putri Kim agar menatap wajahnya, dapat terlihat darah di sudut bibir Putri Kim akibat tamparan Gubernur Yun tadi.
“w-walaupun aku mati, tapi itu tidak akan mengubah apapun. Kejahatanmu akan terungkap, dan kau juga akan mati” desis Putri Kim parau.
“kau mengancamku? Aku sama sekali tidak takut. Yang harus kau cemaskan adalah, bagaimana dengan suamimu nanti? apakah ia akan gila karena kematianmu? Aku akan membuatnya menderita seumur hidupnya, dengan membunuhmu. Hehehe” Gubernur Yun terkekeh melihat wajah kaget Putri Kim.
“j-jangan s-sakiti suamiku… aku mohon…” Putri Kim tidak kuasa menahan tangisnya.
“jika kau mau, aku bisa membuat kalian bersatu di alam sana. Hahaha” Gubernur Yun tertawa dengan penuh kemenangan, segera dihempaskannya wajah Putri Kim hingga ia kembali tersungkur diatas tanah.
“aku tidak pernah menyangka, bahwa aku harus membunuhmu dengan tanganku sendiri.. Semuanya karena ayahmu, jadi jangan pernah menyalahkanku. Semua adalah salah ayahmu, ingat itu. Jika dia membiarkan kita menikah, maka hidupmu tidak akan seperti ini… aku sangat merasa kasihan pada nasibmu, Putri Kim… “Putri Kim terisak mendengar kata per kata Gubernur Yun. Hatinya sangat sakit, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Gubernur Yun kembali mendekati dirinya, dan kembali ia menarik dagu Putri Kim. Seringaian yang menyebalkan tetap diperlihatkan oleh gubernur sadis itu.
“sayang sekali airmatamu tidak akan mengubah apapun Putri Kim… kau harus segera meninggalkan dunia ini, dan kau harus segera menemani ayahmu yang kesepian menunggumu disana” Gubernur Yun berdiri ia bersiap dengan pedangnya. Tapi, ia menikmati saat dimana Putri Kim ketakutan pada pedangnya.
Putri Kim sudah tidak bisa mendengar apapun lagi, bahkan alampun seolah diam tanpa suara. Ketakutan yang menyelimuti perasaannya seolah telah membuat hatinya mati rasa. Tidak ada angin dan tidak ada suara binatang malam yang terdengar. Ia pasrah, karena memang ia tidak bisa melakukan apapun lagi. Jika takdirnya memang harus mati di tangan Gubernur Yun, ia rela. Ia sangat ingin menemui ayahnya, biarkanlah Bangsawan Cho dan juga Lee yang membalaskan kematian dirinya dan juga ayahnya.
Lee menatap pemandangan di depannya dengan tatapan kaget. Dia tidak bisa membiarkan Gubernur Yun membunuh Putri Kim di depan matanya sendiri. Tapi, jarak diantara dirinya dan Putri Kim sangat jauh. Lee memikirkan kemungkinan yang akan terjadi, dan ia menggeleng jika Putri Kim harus terluka atau kemungkinan terburuk — mati… Lee sudah tidak bisa berpikir lagi saat ia melihat pedang Gubernur Yun mengayun untuk menusuk perut Putri Kim. Dunianya kini seolah runtuh dan hancur berkeping-keping.
Putri Kim menutup matanya dengan tenang, saat ia melihat Gubernur Yun mengayunkan pedangnya untuk menusuk perutnya. Tidak lagi ia rasakan sakit… tidak lagi ia rasakan sedih… semuanya mati rasa… mungkin inilah kematian yang pernah dirasakan oleh ayahnya… Mungkin inilah akhir bagi dirinya merasa terluka atas apa yang terjadi pada Lee dan juga Bangsawan Cho. Walaupun ia memiliki Bangsawan Cho, tapi mereka tidak bisa hidup selamanya, hanya cintanya yang akan menemani Lee dan Bangsawan Cho setelah kematiannya nanti. Cinta Putri Kim tidak akan pernah mati, ia akan selalu tumbuh dalam hati orang-orang yang selalu mencintainya.
“maafkan aku ayah… Bangsawan Cho…. Lee… aku mencintai kalian semua” bisik Putri Kim dalam hati.
To Be Continue
*ayey, mianhe… jongmal mianhe… telaat pake banget apdetnya. Miann… *bow
Oh iya, scene Lee yang menatap hujan itu… kyaaa… bkin aku berblushing ria. Kenapa? karena aku bayangin wajah sungmin yang tampan dan tenang, memandangi tetes hujan dari langit. Ooh-yeaah.. Hihi.. Viiiss..
Aah, ini Bangsawan Cho, apakah udah cukup keren? Hehe… gimana ya, Bangsawan Cho itu, cocoknya buat romantis-romatisan aja, bukan buat berkelahi. Jadi, mian, kalo feelnya kurang dapet. ^^~~
Dan, ini gimana, udah cukup kejam belum si Gubernur Yun sama Putri Kim. Rasanya pengen cakar muka gubernur yun saat ia menampar bebebku tercinta (putri Kim) ish. Dan aku puas banget pas Putri Kim melukai wajah Gubernur Yun dengan katana. (hahaha, ini apa sih malah ngomenin ff sendiri. hahaha. Viis)
Ekhm, bagaimana nih chap ini? Aaw, apakah Putri Kim akan mati? Noooo… tapi aku nggak rela kalo Lee yang harus mati. Hiks.. *duagh.
Eummh, apakah Lee bisa menyelamatkan Putri Kim? Apakah dia akan mengorbankan dirinya, mati di tangan Gubernur Yun? Ataukah Bangsawan Cho keburu tiba di Istana Timur dan menghalangi Putri Kim, dan dia yang mati? Atau mendadak, Putri Kim bisa mengelak dari tusukan pedang Gubernur Yun???
Atau…
Atau…
Eumh…
Atau…
Tiba-tiba datang angin kencang, dan muncullah seorang eyang seksi yang bernama eyang kirey. Dia menghentikan waktu (seperti Do Min Jo) dan menusukkan pedang itu ke perut Gubernur Yun??? *towewew… nggak mungkin lah ya. Hehehe.
Silahkan tebak..
Dan tunggu kisah akhirnya di chap depan. Sampai ketemu entah berapa lama lagi. hehe…
Pliiiisss kasih komen dong… Pliiissss *bow… gamsamnida…
*yang nggak komen, suer, aku doain biasnya jelek. Serius loh. Nggak peduli bias kalian Kyu, atau Wook atau Min, yang pasti itu adalah kutukan dari Eyang Kirey… Hwaahwaahwaa. *Kyu, aku pinjam ketawamu yah ^^~